 Aksi kekerasan tiba-tiba merebak di gedung Pengadilan Negeri Jakarta  Selatan di Jalan Ampera Raya, Jakarta. Rabu siang, 29 September 2010, di  gedung tempat orang mencari keadilan itu terjadi bentrok antar dua  kelompok massa.
Aksi kekerasan tiba-tiba merebak di gedung Pengadilan Negeri Jakarta  Selatan di Jalan Ampera Raya, Jakarta. Rabu siang, 29 September 2010, di  gedung tempat orang mencari keadilan itu terjadi bentrok antar dua  kelompok massa. Korbannya tak sedikit. Delapan orang luka-luka dan tiga orang  dipastikan tewas. Kepala Satuan Reskrim Polres Jakarta Selatan Komisaris  Nurdi Satriaji membeberkan korban tewas bernama Agustinus Romazona,  kelahiran tahun 1961. Pria ini warga Kramatjati, Jakarta Timur.
Dua  korban tewas lainnya adalah Syaifudin yang lahir tahun 1962. Ia  tercatat sebagai warga Kebon Nanas, Jakarta Timur. Satu lagi bernama  Ceko Key.
Sedangkan, korban luka-luka dibawa ke RS Jakarta  Medical Center dan RS Fatmawati. Rupa-rupa luka dialami korban. Mulai  dari luka bacok, kena panah, ditembak hingga luka akibat hantaman benda  tumpul. Sadisnya lagi, ada korban yang dicincang.
Bahkan, korban bukan hanya dari dua kubu yang bertikai. Tapi juga dari polisi. Kapolres Jakarta Selatan Kombes Gatot Edi bersama sejumlah anak buahnya turut jadi korban.
Gatot  terserempet peluru di kaki kirinya. Beruntung peluru hanya  merobek  celana dinas dan melukai betisnya. Namun malang menimpa sang  ajudan.  Peluru yang sempat menyerempet kaki kiri Gatot malah mengenai  dan bersarang di kaki kanan  sang ajudan.
"Tiga petugas juga kena  luka tembak, termasuk ajudan saya. Saya kena duluan, baru ajudan saya,"  ungkap Gatot. Ketiga korban dari kepolisian itu kini dirawat di RS   Pusat Pertamina dan RS Fatmawati.
***
Lalu bagaimana bisa terjadi bentrokan ini?
Sesungguhnya, bentrokan berdarah sudah terjadi sebelum persidangan  kasus pertengkaran di klub malam Blowfish enam bulan lalu digelar di  pengadilan kemarin. Bentrokan bermula dari adanya serangan satu kelompok  dari luar sidang.
"Sebelum sidang dimulai, tiba-tiba ada  kelompok dari arah Cilandak menyerang kelompok yang berada di PN Jakarta  Selatan," kata Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Besar Polisi Gatot  Edy Pramono.
Mereka datang dengan tiga mobil bus Kopaja. Setelah tiba di pengadilan, satu kelompok massa dalam mobil itu melakukan serangan kepada kelompok di dalam gedung. Sidang yang semula akan menghadirkan sejumlah saksi malah berubah jadi ajang pertikaian.
Polisi dan petugas keamanan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebenarnya sudah mengantisipasi potensi adanya bentrokan. Antisipasi ini merujuk pada sidang sebelumnya yang juga bentrok. Ketika mulai ada tanda-tanda bentrok di depan pengadilan, polisi dan petugas keamanan mencoba melerai kedua kelompok. Sayangnya, upaya petugas tidak berhasil. Bentrokan pun pecah.
Bentrokan di Jalan Ampera Raya tidak muncul begitu saja. Ini diduga terkait dengan kasus kerusuhan di klub malam Blowfish pada 4 April 2010 lalu, yang menewaskan tiga orang.
Namun, kasus Blowfish bukan satu-satunya bentrok yang pernah terjadi. Kasus Blowfish malah disebut-sebut sebagai rentetan dari kasus-kasus sebelumnya. Meski polisi menyebut motif hanya kesalahpahaman, namun kabar yang muncul adalah soal perebutan lahan bisnis antar kelompok lama.
Melihat dari sejarahnya, keributan antar kelompok ini memang kerap  berlangsung. Pada 2 Maret 2004 silam, pernah terjadi keributan di  Diskotek Stadium, Jakarta Barat. Dalam peristiwa ini dua orang tewas dan  lima pelakunya dijatuhi hukuman 5 bulan penjara. Selama proses  persidangan di Pengadilan Jakarta Barat juga terjadi keributan sebagai  imbas kasus Diskotek Stadium.
Pada Juni 2004 lalu, bentrokan  terjadi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Walterus Refra alias  Buang, 43 tahun, terbunuh di jalan depan Pengadilan.
Pada 2007,  cerita kekerasan antar kelompok kembali meletus. Sekelompok orang  mengamuk di Diskotek Hailai, Jakarta Utara hingga memecahkan kaca-kaca  di sana tanpa sebab yang jelas.
Barulah pada April 2010 terjadi keributan di Blowfish dengan motif yang diduga hampir sama. Keributan inilah yang berlanjut hingga di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ironisnya, kerusuhan justru terjadi di tempat orang mencari keadilan.vivanews





