"Saya tidak menganggap sebagai aktualisasi, tapi ada penyakit. Ariel harus diperiksa ke psikiater dan psikolog karena perilaku psikis dan psikologisnya tidak terkontrol," ungkap psikolog Bondan Seno Prasetyadi saat berbincang dengan okezone melalui telepon selulernya, Kamis (9/6/2010).
Perilaku seks, menurut konsultan untuk SDM di beberapa perusahaan itu dipengaruhi dari tahap perkembangan, yaitu masa pubertas. Diakui Bondan, saat seseorang berada dalam masa ini, maka dibutuhkan peran orangtua.
"Kalau dari kasus ini, berarti dia (Ariel) mencari pengetahuan seks sendiri, harusnya orangtua dia menjelaskan dan memberi pengetahuan seks kepadanya. Setelah Ariel tidak dapat informasi itu, dia mencari di luar lingkungannya. Lalu muncul lah khayalan-khayalannya dan muncul perilaku menyimpang itu," kata alumni Universitas Guna Dharma ini.
Senada dengan Bondan, androlog Prof Dr dr Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS, menuturkan hal sama.
"Penyebabnya adalah gangguan perkembangan psikoseksual masa kecil. Ini masalah kontrol. Perkembangan psikoseksual berkaitan dengan self-control. Contohnya, perilaku sadisme yang pelaku hanya bisa puas ngeseks dengan menyakiti pasangannya," papar Wimpie saat ditemui usai talkshow "Kebahagiaan Seksual Semu Ereksi Sub-optimal" yang diselenggarakan Pfizer di Jakarta Theatre, Jakarta, Rabu (9/6/2010).
Di masa kanak-kanak yaitu usia sekira 1,5 sampai 3 tahun, pusat kepuasan seks ada pada otot. Misal dengan mencubit, memeluk, dan lain-lain.
"Semakin bertambah usia, kepuasan seks tidak lagi terletak di otot, tapi alat kelamin. Jadi, masalah kalau secara fisik dia sudah dewasa, tapi psikoseksualnya masih seperti anak-anak. Terjadi ketidakseimbangan perkembangan fisik dan psikoseksualnya. Bisa dikatakan, dia mengalami kelainan seks," tutur Wimpie.
Meski begitu, Wimpie menegaskan jika hal itu berkategori wajar. "Perilaku seks seperti ini bukan hal yang aneh," imbuhnya.
Lantas, bagaimana cara menangani pria yang telah mengidap kelainan seks? Untuk itu, Bondan memberi kiatnya. Menurut yang menjadi staf pengajar di Fakultas Hukum di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta itu, sebagaimana para pesakitan yang mengonsumsi obat-obatan terlarang, 'Ariel' juga harus mendapat pengobatan dengan ahlinya.
"Harusnya ada satu terapi holistik yang benar-benar mencakup psikis dan nonfisik, di-treatment, lalu kita lihat reaksi kayak apa. Orang-orang seperti ini harus dirangkul, direhabilitasi, diarahkan, bukan dihukum. Perlu diperkenalkan konsep prefention (diperkenalkan dulu sebelum sakit), jangan pendekatan kuratif (kalau sudah terjadi baru diobati)," tandasnya.okezone