Menurut Barata Nugraha alias Polo, fasilitas mewah di penjara, bukanlah hal asing bagi napi. “Wah itu mah sudah jadi rahasia umum. Tapi waktu itu saya menolaknya, karena ndak mampu bayar.”
Polo mangatakan itu kepada Pos Kota, Selasa (12/1). Pelawak Srimulat ini, pernah dua kali mendekam di penjara karena kesandung kasus narkoba pada tahun 2000.
Menurutnya selama keberadaan lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan dengan konsep lama, pasti membuka peluang bagi narapidana kaya untuk minta fasilitas lebih. “Yang nggak beruntung ya orang seperti saya ini, karena ndak mampu membayar atau membeli fasilitas,” tambah Polo.
Pada sisi lain, lantaran dikenal sebagai artis, dia mendapat keuntungan tersendiri saat berada di dalam penjara. “Saya malah diminta menemani napi lain yang punya sel dengan fasilitas mewah. Apa saja bisa saya dapatkan, tanpa harus mengeluarkan uang,” papar Polo.
Dari dua kali menghuni Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakpus, Polo menyebut biaya untuk dapat menghuni fasilitas mewah Rp5 juta.
Sudarmadji yang kondang dengan nama Doyok mengaku, selama di penjara hanya sebatas mendapat kemudahan menggunakan handpone. “Saya dulu ‘kan cuma menjalani 11 bulan hukuman. Saat itu, saya harus menempati sel di LP Kelas A Tangerang yang standar,” ceritanya.
Doyok mengaku selama di sel cuma bisa tidur beralasan kasur lipat bersama dua napi lain. “Jadi, kalau di sel diisi cuma beberapa orang, jelas nggak berisiko. Nah, kalau sudah melebihi fasilitas, biasanya napi yang mampu, minta fasilitas khusus,” katanya.
Kalau harus membayar jutaan rupiah, menurut Doyok lagi, rasanya tidak mungkin. “Saya pake HP pun, karena dipinjami sipir penjara yang baik hati,” urai dia lagi. Doyok mengaku kala itu ada pihak yang menawari fasilitas mewah dengan harga puluhan juta.
CARA HALUS
Zarima Mirafsur yang pernah dijuluki ‘Ratu Ekstasi’ juga pernah dua kali mendekam di Rutan Pondok Bambu. Pertama harus menjalani hukuman dua tahun (1996-1997) dan kedua melakoni hukuman penjara selama tiga tahun (1999-2003).
Kondisi rutan itu, kata dia, sangat memprihatinkan selain bikin dirinya semakin sengsara. “Bisa dibayangkan, kalau saya dulu campur bersama 10 napi lain dan bahkan lebih dalam satu sel. Jelas nggak nyaman dan keselamatan saya pun nggak terjamin,” tukas mantan atlet bulutangkis, bintang film, sinetron dan presenter itu.
Walau demikian, Zarima mengaku sering mendapat tawaran dari oknum sipir soal berbagai fasilitas. “Mereka minta imbalan uang, ada yang caranya halus, tapi ada pula yang berani terang-terangan,” paparnya.
Kondisi itu, ditambahkan Zarimah, muncul karena faktor kesejahteraan yang belum didapat sipir penjara. “Saat saya di Rutan Pondok Bambu dulu, mereka ada yang masih bergaji Rp180 ribu. Saya pikir itu sangat membuka peluang mereka akhirnya berani menyalahi aturan yang ada,” ungkap dia.
Pengakuan lain dikemukakan Sheila Marcia, napi kasus narkoba yang kini mendekam di Rutan Pondok Bambu, harus menghadapi kondisi memprihatinkan. Di dalam sel, menurutnya, harus berdesakan tidur bersama delapan napi wanita lain. “Saya tetap tidur di bawah, cuma pakai alas kasur,” keluh Sheila pada kuasa hukumnya, Ferry Juan.
TOLAK TAWARAN
Tawaran fasilitas mewah sempat juga dialami artis cantik Marcella Zalianty. “Ada memang. Tetapi saya tidak mau melakukan itu, karena saya tidak ingin timbul kecemburan dari napi-napi lain,” kata Marcella yang pernah tersandung masalah hukum dengan kasus dugaan penganiayaan, ketika dihubungi melalui ponselnya.
“Saya tidak mau mengajarkan anak saya berbuat seperti itu,” timpal Tetty Liz Indriyati, ibunda Marcella.
Karena menolak tawaran fasilitas, Marcella harus mengalami penderitaan di penjara. “Dia pernah satu sel dengan 14 napi lainnya. Tidur berhimpit-himpitan, tanpa alas,” papar Tetty.
Karena tidur tanpa alas membuat Marcella sempat jatuh sakit. “Lalu saya meminta izin petugas agar anak saya diberikan kasur tipis. Izin itu susah sekali saya dapatkan, meski akhirnya bisa,” keluh Tetty.
Maka, dengan terkuaknya kemewahan yang diterima Ayin, Tetty merasa bersyukur. “Dengan terkuaknya kasus tersebut, saya berharap semua napi diperlakukan sama, manusiawi dan adil,” harapnya. (poskota)