"Kemungkinan terjadinya kubah ada, sebab erupsi 2010 belum terbentuk kubah," kata Subandriyo, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, hari ini.
Proses itu, kata dia, berbeda jika dibandingkan pembentukan kubah yang secara langsung terbentu pascaerupsi. Sebab, saat ini kandungan silika tidak sepekat pada saat erupsi 2010. Tekanan magma dari dalam perut bumi itu memang ada. Sehingga bisa jadi menjadi penutup episode erupsi Merapi 2010.
Mengenai asap tebal, kata dia, itu akibat dari bercampurnya magma dengan air hujan yang sering mengguyur puncak gunung. Asap tebal itu berwarna putih pekat. Hal itu juga tidak membahayakan dan menimpulkan awan panas atau biasa disebut wedhus gembel.
"Statusnya tetap waspada bukan naik menjadi siaga, warga tidak perlu khawatir, kalau ada perkembangan aktivitas Merapi pasti akan diberitahukan," kata dia.
Menurut petugas pengamatan Gunung Merapi di pos Kaliurang Triyono, sepanjang Jumat (8/4) terjadi peningkatan aktivitas Merapi terutama gempa multiphase (MP). Yaitu tercatat 122 kali. Ini meningkat drastis dari hari sebelumnya yang hanya terjadi 9 kali saja.
Sedangkan gempa vulkanik B terjadi 5 kali, hari sebelumnya hanya terjadi 1 kali saja. Untuk guguran terjadi 5 kali, hari sebelumya justru lebih banyak yaitu 10 kali.
Pada Sabtu (9/4) tercatat gempa MP sebanyak 22 kali, guguran 4 kali dan gempa vulkanik B sebanyak 8 kali. "Memang asap (solfatara) membumbung tinggi hingga 350 meter," kata Subandrio.
Asap solfatara itu membumbung tinggi karena angin di puncak gunung tenang. Sehingga tekanan dari perut gunung tidak terganggu oleh angin yang berhembus kencang. Tempointeraktif