"Petugas berwenang menyebut bahwa korban tewas akibat awan panas mencapai 122 orang," tulis Associated Press (AP), Jumat 5 November 2010.
Mereka yang mengalami luka parah, disebabkan panas 'wedhus gembel' Merapi pada letusan Jumat dini hari yang suhunya diperkirakan mencapai 750 derajat celcius.
"Panas mengelilingi kami dan ada asap putih di mana-mana," kata Niti Raharjo (47), warga selamat yang sempat terlempar dari sepeda motornya bersama anaknya 19 tahun saat mencoba melarikan diri.
Letusan itu diperkirakan lebih besar dari letusan Merapi sejak 1870 silam. Dampak terparah adalah warga dusun Bronggang, Kecamatan Cangkringan, Sleman, DIY. Dusun yang berada di jarak sekitar 15 sampai 18 kilometer dari Puncak Merapi. Sedangkan zona berbahaya Merapi beberapa saat sebelum petaka itu telah diperluas menjadi 20 kilometer.
"Saya melihat orang-orang berlari, menjerit dalam kegelapan. Perempuan sangat takut mereka jatuh pingsan," kata Raharjo bersama anaknya yang sedang menjalani perawatan luka bakar.
AP melaporkan, pasukan tentara dan tim evakuasi berduyun-duyun mencoba mengevakuasi jenazah-jenazah setelah letusan mereda. Dilaporkan, tim evakuasi berhasil menemukan 78 jenazah dari rumah-rumah dan jalan-jalan. Kondisi mayat-mayat saat ditemukan sudah diselimuti debu vulkanik Merapi setebal sekitar 30 centimeter.
"Ada ledakan yang terdengar seperti itu dari perang. Dan itu semakin memburuk, abu dan puing-puing hujan turun," ungkap dia. Total korban jiwa yang ditulis AP sejak letusan pertama 26 Oktober lalu mencapai 122 orang.
Sebelumnya, RS Sardjito menyebut korban jiwa mencapai 69 orang akibat letusan kedua. Ditambah korban saat letusan pertama yang berjumlah 45 orang, total korban Merapi menjadi 114 orang.vivanews