Dosen hukum telematika UI ini mengatakan, melalui polisi, pemerintah berwenang meminta informasi tertentu kepada situs jejaring sosial untuk kepentingan penegakan hukum.
"Pemerintah bahkan bisa memblokir jejaring sosial jika sudah dianggap mengganggu stabilitas negara," tegas peneliti senior Lembaga Kajian Hukum Teknologi Fakultas Hukum UI itu.
Dia melanjutkan, selain pemerintah, yang juga memainkan peran pokok dalam menjauhkan anak-anak dari pengaruh buruk jejaring sosial adalah masyarakat dan keluarga, bahkan keluarga menjadi saringan terkuat terhadap perkembangan komunikasi berbasis internet.
"Orangtua harus bisa mengenali kapan seorang anak pantas mengakses internet," tegasnya.
Edmond bahkan menyebut orangtua bisa menggunakan piranti lunak untuk memblokir laman-laman internet yang melanggar susila dan norma masyarakat.
Namun upaya itu belum cukup tanpa menuntut peran pihak lain seperti pengelola warung internet (warnet) dan produsen teknologi informasi, karena meski pengawasan sekolah dan orangtua sudah optimal, maraknya warnet dan aplikasi "gadget" atau "smart phone" membuat orangtua semakin susah melindungi anak dari dampak buruk jejaring sosial.
"Penyedia jasa internet seperti warnet harus membangun tata kelola yang benar," katanya menawarkan solusi.
Caranya, demikian Edmond, dengan membangun warnet yang tidak tertutup atau mencatat orang-orang yang menggunakan jasa warnet, sementara untuk "gadget" orangtua sebaiknya menimbang apakah anak benar-benar membutuhkan jenis teknologi seperti itu.
Edmond menolak menabukan jejaring sosial untuk anak karena manfaat jejaring sosial untuk masyarakat terlampau banyak.
"Yang harus ditindak adalah konten dan oknum yang menyalahgunakan jejaring sosial itu. Dan yang terpenting adalah etika masyarakat. Itulah yang mendasar dalam pembangunan negara dan bangsa," pungkas Edmond.