Merapi Masih Erupsi, Warga Enggan Mengungsi

SLEMAN - Setelah sempat tenang paska erupsi besar yang terjadi Selasa (26/10) lalu, kemarin Gunung Merapi kembali erupsi dengan mengeluarkan awan panas. Awan panas meluncur ke arah Kali Gendol dengan jarak luncur tiga kilometer.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Subandrio mengatakan, luncuran awan panas yangterjadi kemarin sore pukul 16.40 ini relatif kecil. "Namun yang perlu diperhatikan, luncuran kali ini diprediksi akan diikuti oleh luncuran berikutnya," ujarnya kepada wartawan.

Hal ini berarti, erupsi kemungkinan besar masih akan terjadi, sehingga Gunung Merapi belum benar-benar aman. Untuk itu, pihaknya masih tetap pada keputusan untuk memberikan status awas pada Gunung Merapi hingga beberapa hari kedepan. Meski demikian, hingga kemarin sore BPPTK belum bisa mengamati apakah Gunung Merapi sudah membentuk kubah lava baru seperti kebiasaannya setelah meluncurkan awan panas atau belum lantaran cuaca mendung yang menutup pengamatan visual ke puncak Merapi.

Letusan kemarin sore juga belum bisa diamati secara jelas apakah dalam letusan tersebut diikuti oleh magma yang ada di tubuh gunung atau tidak. Padahal, kemungkinan Merapi bisa turun aktifitasnya apabila material yang ada di tubuh gunung sudah dikeluarkan. Sedangkan yang terjadi dalam erupsi selasa lalu, material yang keluar dipastikan hanya sedikit.

"Ada kira-kira 7,5 juta meter kubik material dalam tubuh Merapi yang akan keluar. Dan ini belum semuanya keluar. Maka tunggu setelah empat atau lima hari lagi apa akan terjadi erupsi atau tidak," ujar Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono.

Gempa bumi yang terjadi kemarin siang, kata dia, juga bisa memicu meningkatnya aktifitas Merapi. Namun BPPTK Jogjakarta juga belum bisa memastikan apakah erupsi yang terjadi sore kemarin ada hubungannya dengan gempa tektonik kemarin pagi atau tidak. Gempa terjadi pukul 08.39 berkekuatan 4SR yang berpusat pada 8,02 LS dan -110,49 BT, tepatnya di 13 Km barat daya Wonosari di Sungai Opak yang masuk wilayah Bantul.

"Sejak terjadi letusan Selasa 26 Oktober 2010, aktifitas Merapi tidak menunjukkan gejala berarti. Namun tadi pagi (kamis 28 Oktober) terjadi gempa vulkanik yang cukup terasa dan usai terjadi gempa di Bantul aktifitas meningkat lagi dan awan panas kembali meluncur," kata Subandrio.

Berdasar pengalaman erupsi Merapi tahun 2006, gempa tektonik bisa memicu peningkatan aktifitas gunung berapi. Waktu itu aktifitas Merapi mulai menurun dan statusnya diturunkan dari Awas ke Siaga. Namun usai terjadi Gempa Teknonik berkekuatan 5,9 SR tanggal 27 Mei 2006 di Bantul, aktifitas Merapi spontan meningkat. Erupsi besar dengan luncuran awan panas pun menghancurkan kawasan hutan Kaliadem.

Menyikapi hal ini, Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan pihaknya akan tegas memberi instruksi bahwa para pengungsi harus tetap tinggal terlebih dahulu di barak pengungsian, hingga pihaknya mendapat rekomendasi BPPTK bahwa Merapi sudah aman. Ia akan menahan warga dan meminta warga untuk bersabar karena dikhawatirkan Merapi masih akan erupsi.

Meski Merapi masih aktif dan status awas masih diberlakukan namun ada saja warga yang tetap enggan beranjak dari tempat tinggalnya untuk dievakuasi ke barak pengungsian. Untuk mengantisipasi letusan susulan, tim penanganan bencana Merapi sebenarnya ingin mengevakuasi warga lagi ke tempat pengungsian. Namun, warga enggan diungsikan karena menganggap sudah aman.

Warga yang akan dievakuasi kembali itu di kawasan rawana bencana (KRB) III, yakni Desa Tlogolele, Klakah, dan Jrakah. Bagi warga di Tlogolele hendak dievakuasi ke Lapangan Sawangan, Magelang dan warga di Jrakah dan Klakah diungsikan ke Lapangan Samiran, Selo. "Kami rencanakan evakuasi untuk mengungsi, tapi warga tidak mau," kata Komandan Kodim 0724 Boyolali Letkol Arh Soekoso Wahyudi selaku koordinator lapangan penanganan bencana, Kamis (28/10).

Pihaknya sudah mempersiapkan dan melakukan pendekatan kepada warga terutama di KRB Dusun Stabelan dan Takeran. Daerah ini jaraknya sekitar tiga kilometer
dari puncak Merapi. Ketika ingin diangkut ke truk, warga menolak untuk dievakuasi ke tempat pengungsian sementara maupun TPA (tempat pengungsian akhir).

Warga beralasan harus mengurusi ternaknya. Selain itu, warga juga enggan meninggalkan rumahnya karena mereka beralasan aktivitas vulkanik Gunung Merapi sudah menurun. Padahal, menurut Soekoso, desa tersebut sebagai daerah yang rawan bencana Merapi.

Pihaknya khawatir jika terjadi semburan awan panas susulan dari puncak Merapi. Dia memaparkan, warga Dusun Stabelan terdapat 361 jiwa. Pemukiman mereka di sisi utara Merapi yang sangat dekat dengan puncak. Jiwa mereka akan terancam jika terjadi semburan awan panas susulan. "Total jumlah warga Desa Tlogolele sekitar 2.828 jiwa," terangnya.

Pihaknya telah mempersiapkan evakuasi warga Tlogolele, dengan menempatkan tiga truk di lokasi dan mendirikan tenda-tenda di TPS Tlogomulyo. Jika terjadi banjir lahar, jembatan Kali Apu bisa tertutup material sehingga warga Tlogolele tidak bisa dievakuasi ke Selo. Evakuasi warga setempat hanya ke Sawangan, Kabupaten Magelang.

Pihaknya juga menempatkan sejumlah relawan baik Tim SAR, personil TNI, kepolisian, dan PMI untuk mendampingi warga jika terjadi bencana susulan. Kepala Pos Pengamatan Gunung Merapi di Desa Jrakah Purwono menyayangkan warga yang nekat kembali ke rumah. Padahal status Merapi masih dinyatakan berbahaya.

Pihaknya tidak dapat menghalangi niat warga untuk pulang ke rumah, tetapi alur komunikasi harus tetap terjaga sehingga jika sewaktu-waktu terjadi bencana, mereka bisa cepat dievakuasi. Sementara itu, Koordinator relawan Luwarno mengatakan, anggotanya masih berada di Desa Tlogolele. Mereka belum turun sebelum status Merapi masih awas. Hal ini dilakukan agar penyelamatan warga tetap lancar bila sewaktu-waktu Merapi memuntahkan awan panas. "Kami sudah siap mengevakuasi warga," jelasnya.jpnn

 
Informasi-Informasi Saja Copyright © 2009 - 2013, Designed by Bie Themes