Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Setiadi menuturkan, pihaknya selalu dicecar oleh Eropa, terkait standar ban Eropa yang tidak bisa digunakan di Indonesia.
"Standar beda, karena suhu beda dan kondisi jalan juga beda, sehingga ban di Indonesia pakainya SNI," ujar Bambang di sela-sela Sosialisasi Kewajiban Penggunaan Helm SNI di Jakarta, 23 Februari 2010.
Protes tersebut dikarenakan, negara-negara Eropa sulit mengekspor ban ke Indonesia dengan standar yang berbeda.
Menurut Bambang, kondisi jalan di Indonesia berbeda dengan di Eropa, begitu pula dengan suhu temperatur iklim yang berbeda. "Itu yang namanya national difference," ujarnya.
Bambang menuturkan, strandar itu sudah diuji dengan meningkatkan standar yang diterapkan di Eropa. "Misalnya diputar hingga 300 jam, karena kalau hanya 200 jam saja enggak cukup, kebakarnya seperti apa," kata dia.
Meski demikian, dia menambahkan, Eropa masih meminta bukti bahwa suhu di Indonesia berbeda, demikian pula dengan kondisi jalannya. "Datanya sudah dikirim, kita akan bertarung bulan depan, ini sudah pertarungan terakhir," ujarnya.
Ketua Pusat Perumusan Standar Badan Standardisasi Nasional Teungku Hanafiah mengatakan, notifikasi SNI wajib untuk ban sudah dikirimkan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sejak Agustus 2003.
Ketika itu, Indonesia diberi waktu dua bulan agar negara anggota WTO menanggapi, baru kemudian sekitar November 2003 diterapkan wajib.
Sejak saat itu, pengekspor ban dari Eropa terus melayangkan protes. "Ban mereka sudah masuk ke Indonesia, tapi mereka merasa kerepotan," katanya.
Mulanya, tanda SNI di ban itu harus dicetak timbul (embos), tapi karena Eropa mempertanyakan kenapa harus diembos, setelah melewati berbagai negosiasi, ban Eropa boleh masuk dengan menggunakan stiker.
Padahal, kata dia, persyaratan terkait SNI itu sudah disampaikan ke Eropa berdasarkan data dan bukti ilmiah. "Mereka masih saja tanya lagi, kita enggak mau diperdebatkan terus," katanya.
Perdebatan tentang SNI ban ini, Teungku menambahkan, masih pada jalur bilateral dan informal. "Kita jelaskan ke mereka, kita tidak ingin ini dibawa ke jalur formal," ujarnya.
Indonesia, kata dia, mencegah supaya tidak terjadi dispute. "Bukti sudah diberikan, tapi dari Eropa belum ada jawaban," katanya.
Senada dengan itu, Direktur Industri Kimia Hilir Ditjen Industri Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian Tony Tanduk mengatakan Eropa mempersoalkan SNI ban, karena merasa hal itu menghambat masuknya ban Eropa ke Indonesia.
Menurut dia, langkah Eropa yang mempersoalkan SNI ban bukan akibat Eropa tidak komitmen dengan aturan WTO. "Mereka hanya keberatan karena standar kita ketat," ujar Tony.
Malah Tony menduga, perdebatan SNI ban tetap hangat karena digunakan importir ban untuk mendatangkan ban dari China. "Nantinya, akan ada harmonisasi standar ban Eropa untuk diterapkan di Indonesia. Kita harapkan 2011 sudah bisa diterapkan," katanya.
• VIVAnews
Standar Ban Indonesia Kena Protes Eropa
Negara-negara di kawasan Uni Eropa melayangkan protes atas standar nasional Indonesia (SNI) wajib untuk produk ban.