Data yang diperoleh VIVAnews, PT Maruta Bumi Prima mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung. Hasilnya Maruta memenangkan putusan itu. Maruta juga mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hasilnya Maruta juga menang.
Berikutnya, Pemda Bekasi mengajukan banding. Hasilnya, lagi-lagi Maruta memang melalui Putusan Peninjauan Kembali MA No. 571 PK/PDT/ 2008. Demikian di tingkat Kasasi, putusan MA pada 29 September 2009 juga memenangkan Maruta.
Semua kasus hukum ini terjadi akibat adanya pemutusan Pejanjian Kerja Sama antara PT Bumi Bangun Wibawa Mukti (BUMD Bekasi) dan PT Maruta Bumi Prima, selaku rekanannya.
Kabupaten Bekasi memiliki sumber daya migas cukup melimpah. Setidaknya Bekasi memiliki belasan sumur yang eksplorasi PT Pertamina EP. Hasilnya 30.000 barel ekuivalen minyak per hari mengalir.
Dari pengeloaan minyak ini, Pemda Bekasi memanfaatkan gas buang (flare) sebagai bahan baku elpiji. Namun karena BUMD belum memiliki pengalaman dalam pengolahan gas, maka dilakukan tender guna mencari mitra kerja.
Tender yang dilakukan pada 16 Juni 2003 itu diiukuti 18 perusahaan. Muncullah PT Elnusa Petro Teknik sebagai pemenang. Lalu disusul PT Maruta Bumi Prima sebagai pemenang kedua. Setelah melewati beberapa proses, ternyata Elnusa tidak mampu memenuhi persyaratan dan diangap wanprestasi.
Elnusa akhirnya dinyatakan gagal menjalankan Perjanjian kerja sama dengan Pemda Bekasi. Keterlambatan pembangunan fasilitas yang berakibat pada terlambatnya konstribusi bagi PAD dan tidak segeranya dimanfaatkan gas tersebut disebabkan karena belum ad akesepakatan Perjanjian Jual Beli Gas dengan pihak Pertamina dan PT Bina Bangun Wibawa Mukti.
Dampak pengakhiran kerja sama itu, membuat Bina Bangun harus mengangkat pemenang kedua, Maruta, sebagai rekanan. Namun, sesuai dengan kesepakatan, Maruta harus mengganti biaya konpensasi kepada Elnusa sebesar Rp 5 miliar. Kompensai itu disanggupi Maruta.
Selanjutnya pada 13 Februari 2004, dibentuklah perusahaan patungan antara kedua perusahaan itu dengan nama PT Bumi Wibawa Maruta. Kepemilikan sahamnya 85 persen Maruta dan 15 persen Bina Bangun.
Keruwetan terjadi setelah Saleh Manaf yang menggantikan Wikanda sebagai Bupati Bekasi. Saat itu, DPRD Bekasi juga menolak perjanjian kerja sama BUMD-Maruta. Alasannya, Maruta berpotensi menguasasi seluruh minyak dan gas yang ada di Kabupaten Bekasi. “Saya paham, itu merugikan pemda,” kata Saleh Manaf melalui sambungan telepon, Kamis malam, 25 Februari 2010.
Bupati Saleh Manaf pun mengeluarkan SK Pemutusan Kerja Sama Bina Bangun- Maruta. Surat dengan Nomor 542/Kep.128A-Huk/2004 itu keluar pada 6 Mei 2004.
Lalu, Pemda dengan penguatan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 76.Kl1 0/MEM/2008 tanggal 5 Juni 2008 tentang Izin Usaha Pengolahan Gas Bumi menunjuk PT Odira Energy Persada, menggarap kilang itu menggantikan Maruta.• VIVAnews