"Pengecualian itu hanya boleh diberikan kepada presiden dan wakil presiden saja sebenarnya. Dan itu memang ada dalam regulasinya," kata Guru Besar Hukum Udara Universitas Trisakti K Martono, kepada detikcom, Rabu (8/9/2010).
Dia sangat menyayangkan dalam para prakteknya terkadang para pejabat yang baru seumur jagung menduduki posisi empuk langsung memanfaatkan kekuasaan yang dia miliki.
"Mereka tidak menyadari kalau menunda jadwal keberangkatan penerbangan itu bisa menyebabkan kerugian maskapai penerbangan itu. Bayangkan saja kalau menunda sampai 10 menit bisa rugi berapa perusahaan penerbangan itu," jelasnya.
Kepada maskapai Garuda dia juga menyayangkan kenapa berbesar hati mau menunggu para pejabat yang membuat penumpang lain merasa terganggu. "Sebenarnya sangat disayangkan jika harus menunda, tapi mungkin saja ini ada kaitannya dengan psikologis karena dia milik negara, dan mungkin juga ini yang menyebabkan para pejabat tersebut mungkin juga merasa memiliki perusahaan itu," ujar Martono.
Sikap para pejabat yang seperti ini semakin menunjukkan arogansi mereka. Harusnya mereka memiliki kesadaran tanpa harus dikritik oleh publik.
"Kekuasaan arogansi dalam hal ini sangat menonjol. Harusnya mereka punya kesadaran sebelum menjadi publik opini di masyarakat," ujar Martono, seraya menyayangkan pejabat yang baru sadar setelah dikritik masyarakat.
Agar ini tidak terus terjadi, Martono berharap maskapai penerbangan tidak lagi menggubris permintaan-permintaan segelintir pihak yang merasa punya kekuasaan.
"Saya sarankan perusahaan penerbangan jangan lagi mengikuti itu, biarkan saja (mereka terlambat), kecuali presiden dan wapres," imbaunya.detik