Mata air ini tak pernah berhenti mengalir sepanjang waktu. Warga sekitar senang mandi di sumur pancuran umum ini. Beberapa waktu silam, ada upaya pemerintah dari Makale mengambil sumber air ini untuk kepentingan PDAM. Warga yang menolak, memotong2 pipa yang sudah terpasang.”Ini asset kami,” kata seorang bapak yang saya temui dan banyak berkisah soal mata air Sillanan ini.Ia cerita soal batu, yang tampak beda dari batu2 lain yang ada. Konon pernah dicuri, dan lalu di bawah ke negeri Bugis..namun aneh sewaktu menghilang, air dari mata air juga berkurang, lebih aneh lagi batu itu dipercaya kembali dengan sendirinya. Begitulah, hingga kini batu itu masih setia mengawal mata air Sillanan.
Ada lagi, konon jika kita sering2 mandi di sini bakal awet dan panjang umur. Ini cerita dari Ne’ Nikson yang ikut nimbrung. Ne’ Nikson mengaku sudah umur 80-an. Jika itu benar, memang awet benar Ibu ini. Raut wajahnya masih bugar, rambutnya masih hitam pekat, giginya awet. Kulitnya belum dilumur keriput. Beliu bilang sudah sekolah di jaman Belanda. “Sewaktu upacara Bendera pertama di Makale, kami ikut.” Kapan itu? katanya waktu itu Jepang masih ada..nah!
Lagi pula, “You bayangkan saja, dijaman kami nanti sekolah setelahlah tangan bisa meraih daun telinga lewat kepala,” ujarnya sambil memeragakan…Ne’ Nikson hanya punya 2 anak, keduanya merantau. “Satu di Kupang, satunya di Makassar”. Cucu sdh 8 orang. Wow!
Gara-gara cerita awet muda itu, saya buru2 melepas pakaian dan bermandi ria di pancuran yang amboy segarnya. Tak peduli banyak ojek/mobil lalu lalang(maklum hari Pasar di Rindingan)Supaya lebih yakin manjurnya, saya ikut saran kedua tetua tadi, minum juga! Wow..seger!Tak kalah segerrr Aqua kemasan!
Ajaib, usai mandi ria..kulit dan rambut terasa segar dan lebih halus. Alangkah bedanya mandi air PDAM: sudah pakai Shampo/sabun/biore masih juga kulit mengkerut. Orang Palu bilang “kulit masih ba pita2″. Mandi di Palu memang amboy lebih banyak pasirnya (Janganlah awak heran, bila kami hitam2 manis!)
Pantas saja, warga yang mandi di sini konon jarang ada yang pakai Sabun apalagi Shampo! Pantes pula Balanda jaman penjajahan dulu, konon senang mandi di sini! Londo konon paling pinter dalam soal2 memanjakan diri!
Kisah berlajut, prosesi mandi selesai! Tetapi, Ne’ Nikson belum selesai. Dia bilang, pernah ada pengunjung yang mengakui kemurnian air Sillanan ini sama dengan air Lourdes! Ha…!(Betapa rindu saya ke Lourdes! Sampai kini masih tahap menabung sekiranya diberi kesempatan berziarah.) Katanya lagi, setiap warga dari sini hendak merantau akan membawa air dari sini. Hem…bukankah hal itu dilakukan juga Umat Muslim setiap kali naik Tanah Suci dan Orang Katolik setiap kali ke Lourdes? Saya membawa sebotol air awet muda dari Sillanan!
Demikianlah, untuk kedua kali saya membawa oleh2 air dari kunjungan. Pertama sewaktu berziarah ke Sendangsono. Kedua sewaktu secara tak sengaja singgah dan mandi di sumber air Sillanan ini.( Oh God, this Great! Terima kasih.)
Yang pertama mendekatkan saya pada kenangan damainya hati bersimpuh di kaki Bunda Maria di Sendangsono. Yang kedua membawaku lebih dekat dengan Toraja dari mana leluhur saya lahir dan berkembang.
Air Sillanan itu membawaku dekat dengan tanah leluhur sekalipun berada jauh dan jarang bersua kerabat apalagi sesama Toraja dalam hidup sehari2. Dan, tentu saja akan merasa jauh lebih awet! Tak peduli orang bilang apa!
Dear Members, Adakah kalian pernah mendengar atau pernah ke Sillanan? Sumur Mata Air Sillanan menunggu kalian menumpang mandi. Gratis! Anugrah alam, Anugrah Sang Khalik..!
salama’! Semoga tetap Awet!kompasiana.com